• Post 1
  • Post 2
  • Post 3

Pages

Sel Kulit Berhasil Diubah Jadi Otot Jantung

BBC Ilustrasi : Ilmuwan mengubah sel kulit menjadi sel otot jantung.
HAIFA, KOMPAS.com — Ilmuwan Israel lewat eksperimennya berhasil mengubah sel kulit menjadi sel otot jantung. Hasil penelitian tersebut diharapkan bisa mengatasi masalah penderita gagal jantung.
"Apa yang baru dan mengagumkan dari penelitian kami adalah mungkin mengambil sel kulit dari orang tua dan menderita gagal jantung dan kemudian mengubahnya menjadi sel otot jantung yang sehat di cawan laboratorium yang ekuivalen dengan sel jantung saat dia lahir," kata Lior Gepstein dari Technion-Israel Institute of Technology di Haifa, Israel, yang memimpin riset tersebut.
Dengan pengembangan otot jantung dari jaringan milik pasien sendiri, masalah penolakan jaringan yang biasa dialami pada saat transplantasi organ bisa dicegah.
Dalam penelitian tersebut, ilmuwan mengambil jaringan kulit dari dua pria yang mengalami gagal jantung. Jaringan kulit ini diberi perlakuan untuk mendukung terapi sel punca.
Sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kulit penderita menjadi identik dengan sel-sel otot jantung yang sehat. Ketika sel diujicobakan untuk transplantasi pada jantung tikus, sel-sel mulai membangun jaringan yang menyatu dengan jaringan otot jantung yang "alami".
Meski demikian, Gepstein mengatakan, studi lebih lanjut masih perlu dilakukan agar bisa menerapkan teknik ini pada manusia.
"Ini adalah area studi yang sangat menjanjikan. Namun, kita masih harus melangkah jauh sebelum penemuan ini bisa diaplikasikan di klinik," kata dr Mike Knapton dari British Heart Foundation, menanggapi hasil riset tersebut.

sumber 
[ Read More ]

Mikroba Laut Dalam Bernapas di Lingkungan Minim Oksigen

Chris Gash Ilustrasi mikroba di lapisan sedimen laut dalam.
AARHUS, KOMPAS.com - Lingkungan laut dalam sangat minim nutrisi. Namun, di lingkungan ini, mikroba laut dalam bertahan hidup dari sejak 86 juta tahun yang lalu, sebelum dinosaurus punah.

Ilmuwan asal Aarhus University di Denmark yang meneliti komunitas mikroba di Samudera Pasifik menemukan bahwa makhluk hidup tersebut bisa hidup di lingkungan minim oksigen.

"Kita tak bisa mengetahui pada tingkat berapa mereka bermetabolisme. Ini sangat lambat, mirip seperti mati suri," kata Hans Roy, peneliti, seperti dikutip New York Times, Senin (21/5/2012).

Dalam studi yang dipublikasikan di jurnal Science baru-baru ini, Roy mengukur konsentrasi oksigen di lapisan sedimen di lepas pantai Hawaii dengan kedalaman 30 meter di bawah permukaan.

Roy mengukur jumlah oksigen yang berdifusi ke setiap lapisan sedimen. Jumlah oksigen yang "hilang" menunjukkan jumlah yang dikonsumsi mikroba yang ada.

Roy menemukan, mikroba hanya mengkonsumsi 0,001 femtomole oksigen setiap harinya. Lebih mudahnya, oksigen yang dikonsumsi mikroba ini selama 10 tahun sama dengan sekali hirupan manusia.

"Mikroba ini mampu hidup dengan ketersediaan energi yang sangat terbatas. Seluruh komunitas sepertinya berada pada lingkungan tepat di batas kelaparan," kata Roy.

Komunitas mikroba yang diteliti hingga kini belum banyak diketahui. Dan karena bergerak lambat, semakin sulit bagi ilmuwan untuk mempelajarinya.

sumber 
[ Read More ]

Ditemukan, Katak Berwarna seperti Jeruk

Andreas Hertz Diasporus citrinobapheus
FRANKFURT, KOMPAS.com — Katak berwarna kuning seperti jeruk ditemukan di bagian barat Panama. Penemuannya dipublikasikan di jurnal Zookeys baru-baru ini.

Ilmuwan terkejut ketika menemukan dan memegang katak ini. Mereka menjumpai bahwa warna kuning katak melekat atau tertinggal di jari mereka. Katak jeruk ini dinamai Diasporus citrinobapheus. Pada masa dewasanya, katak ini hanya berukuran 2 cm sehingga sulit ditemukan.

"Walau kami mengetahui bahwa panggilan kawin pejantan spesies ini berbeda dari yang pernah kami dengar sebelumnya, usaha besar dibutuhkan sampai akhirnya bisa menjumpainya di vegetasi," kata Andreas Hertz, pemimpin tim peneliti dari Senckenberg Research Institute di Frankfurt am Main, Jerman.

Jenis katak ini adalah anggota dari famili katak hujan besar yang dalam tahap perkembangannya tak mengalami masa kecebong.

Nama citrinobapheus yang diberikan, dalam bahasa Yunani berarti "pewarna kuning", didasarkan pada warna kuning yang ditinggalkan pada jari peneliti.

"Kita tak bisa mengatakan bahwa pewarna ini bagus untuk pertahanan dari predator karena kita tak menemukan zat racun di situ," kata Hertz seperti dikutip Mongabay, Selasa (22/5/2012).

Hertz mengungkapkan bahwa pewarna mungkin saja tak memiliki fungsi apa pun. Namun, bisa juga pewarna memang berfungsi menghalau predator dengan memiliki rasa pahit walau tak beracun

sumber 
[ Read More ]

Gurita Satwa Cerdas Menyembunyikan Diri

Keren Levi Salah satu bentuk komuflase gurita dengan meniru bentuk dan warna cangkang mollusca.
BEER SHEVA, KOMPAS.com - Gurita memiliki cara cerdas untuk menyembunyikan diri. Satwa ini mengambil karakter suatu objek spesifik di lingkungannya untuk menghindar dari serangan predator.
"Gurita disebut sebagai master kamuflase. Gurita bisa mengubah warna, pola, dan tekstur kulitnya dalam sekejap," kata Noam Josef dari Ben-Gurion University di Israel seperti dilansir situs Livescience, Rabu (23/5/2012).
Josef mengatakan Dengan meniru fitur objek tertentu di lingkungannya, gurita bisa menghasilkan kamuflase efektif yang menipu berbagai jenis predator.
Ada beragam cara satwa melakukan kamuflase. Ada yang hanya meniru objek tertentu di lingkungan, ada pula yang meniru pola dan warna lingkungan secara keseluruhan.
Untuk melihat cara gurita melakukan komuflase, peneliti melihat kenampakan 11 gurita dari 2 spesies, yakni O. cyanea and O. vulgaris di Laut Mediterania dan Laut Merah.
Program komputer akan mencocokkan karakter gurita dengan lingkungannya. Hasil analisis menunjukkan bahwa gurita hanya cocok dengan bagian lingkungan tertentu saja.
Josef menambahkan, gurita tidak meniru suatu objek secara persis, tetapi memilih fitur tertentu dari objek umum yang dijumpai di lingkungannya.
"Keuntungan dari mekanisme ini adalah kecocokan dengan karakter di lokasi yang relatif luas, walaupun level kecocokan dengan objeknya rendah," kata Josef.
Gurita dikenal mampu mengubah bentuk, warna, dan pola dari suatu objek di lingkungannya. Ciri ini unik mengingat sebenarnya gurita adalah makhluk buta warna.

sumber 
[ Read More ]

Fosil Dinosaurus Berlengan Kecil Ditemukan di Argentina

Diego Pol Eoabelisaurus mefi
BUENOS AIRES, KOMPAS.com — Palaentolog dari Argentina menemukan fosil tulang-belulang hewan yang hampir utuh dari spesies dinosaurus yang berdiri dengan kaki belakang dan memiliki lengan yang kecil.
Menurut ilmuwan, dinosaurus tersebut termasuk famili Abelisaurus. Golongan dinosaurus tersebut merupakan yang paling umum dijumpai di belahan selatan Bumi pada masa Cretaceous, 70.000-100.000 tahun yang lalu.

"Meskipun demikian, fosil yang kami temukan berasal dari masa 170 juta tahun lalu, dari periode Jurrasic," kata Diego Pol, palaentolog yang menemukan fosil ini seperti dikutip AFP, Jumat (25/5/2012).

Ilmuwan mengungkapkan, dinosaurus yang ditemukan memiliki kemiripan dengan Tyranosaurus rex, tetapi memiliki lengan yang lebih kecil. Jenis dinosaurus yang ditemukan memiliki nama spesies Eoabelisaurus mefi.

Eoabelisaurus mefi ditemukan di Condor Hill, wilayah Chubut, 1.800 km dari kota Buenos Aires di Argentina. Fosil ditemukan selama penggalian oleh tim Edigio Feruglio Museum of Paleontology di Chubut pada tahun 2009.

Abelisaurus hanya ditemukan di belahan selatan wilayah Bumi. Diduga, gurun yang ada di benua purba Pangaea menjadi penghalang persebaran golongan dinosaurus ini.

Argentina menjadi tempat perburuan fosil dinosaurus. Di Argentina, pernah ditemukan fosil Argentinosaurus huinculensis, herbivora raksasa yang panjangnya mencapai 40 meter dan hidup 98 juta tahun lalu. Selain itu, pada tahun 1993 ditemukan Giganotosaurus carolinii yang merupakan dinosaurus karnivora terbesar yang pernah ditemukan.

Penemuan Eoabelisaurus mefi dipublikasikan di jurnal Proceedings of the Royal Society of London.

sumber 
[ Read More ]

Gen Untuk Pil Kontrasepsi Pria

BBC Selama ini alat kontrasepsi bagi pria hanya kondom atau vasektomi.
EDINBURGH, KOMPAS.com - Para ilmuwan mengatakan mereka menemukan gen yang dapat digunakan untuk mengembangkan pil kontrasepsi baru bagi pria.

Eksperimen pada tikus menunjukkan gen yang disebut Katnal1, penting bagi perkembangan terakhir dalam proses produksi sperma.

Para peneliti dari Universitas Edinburgh, mengatakan obat yang mengganggu Katnal1 dapat dijadikan sebagai kontrasepsi.

Pakar kesuburan mengatakan obat semacam itu "jelas diperlukan." Kontrasepsi bagi pria saat ini hanya kondom atau vasektomi.

Para peneliti dari Kesehatan Reproduksi Universitas Edinburgh mengatakan mereka tengah menyelidiki penyebab kemandulan pada pria.

Mereka mengubah kode genetika pada tikus untuk melihat apakah binatang ini menjadi mandul.

Mereka kemudian meneliti mutasi yang menyebabkan kemandulan, yang membuka jalan ditemukannya Katnal1.

Kontrasepsi nonhormonal

Gen ini mengandung protein yang penting bagi sel-sel yang memproses sperma.

Tanpa protein ini, sperma tidak dapat berkembang penuh dan terbuang dari tubuh.

Para ilmuwan berharap mereka dapat melakukan hal serupa pada manusia untuk menghentikan perkembangan sperma tanpa menyebabkan kerusakan permanen.

Salah seorang peneliti, Dr Lee Smith, mengatakan, "Bila kami dapat mencari gen ini dalam testis, maka kami dapat mengembangkan kontrasepsi nonhormonal."

"Yang penting adalah obat seperti ini hanya mempengaruhi sel sperma dalam proses perkembangan akhir, dan tidak mengganggu tahap awal produksi sperma dan kemampuan pria secara keseluruhan untuk memproduksi sperma," kata Dr Smith.

Dr Allan Pacey, dosen senior andrologi di Universitas Shefffield mengatakan kontrasepsi nonhormonal diperlukan bagi pria dan telah lama diupayakan.

Ia menambahkan, "Kunci pengembangan kontrasepi nonhormonal bagi pria adalah sasaran molekul harus spesifik untuk sperma dan sel lain di buah zakar yang diperlukan dalam produksi sperma."

"Gen yang digambarkan dalam penelitian di Edinburgh ini dapat membuka jalan bagi kontrasepsi baru bagi pria, dan juga dapat mengangkat sejumlah masalah lain yang belum terungkap seperti sperma yang tidak berfungsi normal," tambahnya.

sumber 
[ Read More ]

"Soegija", Sebuah Film untuk Perenungan

KOMPAS/RADITYA HELABUMI JAYAKARNA Seniman Butet Kertaradjasa (kanan) saat media gathering film Soegija yang disutradarai Garin Nugroho, di Jakarta, Rabu (16/5/2012). Media gathering dengan moderator Rosiana Silalahi dan Romo Benny Susetyo itu dihadiri sejumlah pemeran film Soegija, yaitu Nirwan Dewanto, Annisa Hertami, dan Andrea Reva.
Oleh Monalisa
Meski mengangkat kisah tentang Romo Soegijapranata namun film "Soegija" tidak hanya menggambarkan sosok uskup pribumi pertama di Indonesia bernama lengkap Albertus Soegijapranata itu saja.

Film garapan sutradara Garin Nugroho itu menampilkan nilai-nilai kemanusiaan universal melalui kisah-kisah di tengah revolusi.

Garin mencoba melukiskan situasi dalam setiap pernyataan yang disampaikan Soegija dalam gambar-gambar khasnya, membuat "Soegija" tidak hanya menuturkan sejarah secara verbal tapi juga menyuguhkannya sebagai ilustrasi kehidupan.

"Karena misal Soegija mengatakan soal penderitaan, kalau tidak digambarkan situasi zamannya seperti apa, itu tidak mungkin. Nanti hanya dialog saja seperti film umumnya," kata Garin usai penayangan film beranggaran Rp12 miliar itu di Jakarta, Kamis (24/5).

Sutradara kelahiran Yogyakarta itu mengumpulkan referensi dari berbagai sumber seperti buku sejarah, buki harian serdadu Belanda dan Jepang, kisah-kisah revolusi dan sahabat-sahabat Mgr. Soegijapranata untuk menghidupkan sisi-sisi kemanusiaan sang uskup.

"Kami mencari cerita-cerita ketika dialog itu dimunculkan. Sumber macam-macam kami kumpulkan untuk ilustrasi situasi pada saat Soegija bicara. Itu yang sangat sulit karena kalau tidak nanti isinya hanya pidato dia saja," tambahnya.

Maka jadilah film sejarah yang sangat "Garin", dengan gambar-gambar bercerita yang disempurnakan dengan muatan dialog dari narasi sarat makna yang dibuat Armantono dan Garin Nugroho.

Sang sutradara tampaknya secara cermat memilih penampilan adegan dengan gambar yang bercerita atau narasi sehingga adegan-adegan dengan format berbeda terasa pas, dan bertambah enak dinikmati dengan tata musik Djaduk Ferianto dan akting para pemain yang natural.

Garin, yang sebagian karya filmnya mendapat penghargaan internasional, menampilkan pemain dengan beragam latar belakang budaya untuk mewujudkan gambaran situasi dan pelaku sejarah yang terkait dalam filmnya.

Pemeran film itu berasal dari beberapa etnis di dalam negeri dan beberapa pemain dari luar negeri. Secara keseluruhan, penggarapan film itu melibatkan 2.775 pemain dari Jawa, Cina, Belanda, dan Jepang.

Perenungan

Film "Soegija" mengisahkan kerja kepemimpinan dengan "silent diplomacy" serta prinsip kebangsaan dan kemanusiaan Soegija pada era 1940-1950

Garin mengangkat sisi-sisi kemanusiaan dari delapan tokoh utama dalam film yang berlatar masa penjajahan Belanda, lalu perebutan kekuasaan oleh Jepang serta masa krisis menjelang dan setelah kemerdekaan.

Meski berlatar zaman perang namun film "Soegija" sama sekali tidak menampilkan adegan-adegan berdarah maupun kekerasan. Tidak ada sosok penjahat juga di sini.

Sang sutradara memilih suasana di pengungsian dan menyusup ke dalam diri tokoh-tokoh utamanya, mengajak penonton merenung dengan menampilkan sisi kemanusiaan mereka dengan gambar yang indah, dialog yang kuat dan iringan musik dramatis.

Dalam film sepanjang 115 menit ini, perang adalah kisah terpecahnya keluarga besar manusia.

Ketika Jepang datang ke Indonesia (1942), Mariyem (Annisa Hertami) terpisah dari Maryono (Abe), kakaknya dan Ling Ling (Andrea Reva) terpisah sang ibu (Olga Lydia).

Keterpisahan itu tidak hanya dialami oleh orang-orang yang terjajah, tetapi juga mereka yang menjajah.

Serdadu Jepang, Nobuzuki (Suzuki), tidak pernah tega terhadap anak-anak karena ia juga punya anak yang selalu ia rindukan di Jepang.

Robert (Wouter Zweers), seorang serdadu Belanda yang merasa menjadi mesin perang hebat, hatinya tersentuh oleh bayi yang ia temukan di medan perang yang membuat dia merindukan ibunya, bukan negaranya.

Sementara bagi Hendrick (Wouter Braaf), perang membuat dia tak bisa memiliki cinta yang dia temukan.

Soegija (Nirwan Dewanto) ingin menyatukan kembali kisah-kisah cinta keluarga besar kemanusiaan yang sudah terkoyak oleh kekerasan perang dan kematian.

Bagi dia, kemanusiaan itu satu meski berbeda berbeda bangsa, agama, asal-usul, dan ragamnya.

Soegija berusaha mewujudkan keinginannya melalui surat menyurat dan pertemuan dengan para pemimpin Indonesia seperti Syahrir, dan Soekarno.

Dia juga mendukung pengorganisasian gerakan pemuda dan pelayanan sosial. Ia menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan melalui kunjungan warga, khotbah dan tulisan-tulisan. "Apa artinya menjadi bangsa merdeka jika kita gagal mendidik diri kita sendiri," katanya.

Menurut Garin, nilai-nilai kemanusiaan yang diyakini oleh Soegijapranata sangat relevan dengan kondisi Indonesia saat ini meski dalam perspektif yang berbeda. Yakni bahwa seperti Soegija, para pemimpin seharusnya mampu mengembalikan nilai-nilai kemanusiaan untuk meredam gejolak kekerasan, untuk mendamaikan.

"Film ini merupakan sebuah catatan tepat untuk hari ini. Ini perayaan kegembiraan beragam dan berbangsa. Sudah saatnya tidak ada ketakutan," demikian Garin Nugroho.

sumber 
[ Read More ]

6 Juni Bersejarah bagi Batavia

NASA Transit Venus 8 Juni 2004
JAKARTA, KOMPAS.com — Tanggal 6 Juni 2012 nanti akan menjadi momen yang tepat untuk merayakan peristiwa 251 tahun lalu, salah satu momen yang menandai perkembangan astronomi di Nusantara.

Pada 6 Juni 1761, fenomena astronomi Transit Venus terjadi. Fenomena ini merupakan saat di mana Venus melewati permukaan Matahari, tampak sebagai bintik berwarna hitam, terlihat dari Jakarta.

Kini, seperempat milenium kemudian, Transit Venus kembali terjadi di tanggal yang sama. Transit Venus nantinya akan terjadi selama sekitar 7 jam, mulai sekitar pukul 05.14 WIB hingga 11.50 WIB.

Batavia dan Transit Venus 6 Juni 1761

Fenomena transit Venus terjadi dalam periode waktu dengan formula 8, 121, 5, 8, dan 105,5 tahun. Terakhir, Transit Venus terjadi pada  8 Juni 2004.

Saat Transit Venus berlangsung pada tahun 1761, Jakarta mempunyai peran penting. Astronom asal Inggris, Edmund Halley (penemu komet pertama), merekomendasikan Jakarta sebagai tempat pengamatan terbaik saat itu.

Situs Langitselatan.com menguraikan bahwa pengamatan dari Jakarta (atau Batavia) akan memberikan sumbangan bagi penghitungan jarak Bumi-Matahari, satu tantangan besar dalam dunia astronomi kala itu.

Jarak Bumi-Matahari merupakan konstanta penting dalam sistem heliosentris Coipernicus. Saat itu, jarak Bumi-Matahari akan dihitung dengan metode paralaks dengan memanfaatkan Transit Venus.

Paper Robert H van Gent dari Universitas Utrecht, Belanda, di Proceedings International Astronomicakl Union (IAU) tahun 2005 memaparkan bagaimana pengamatan di Batavia bisa terjadi serta proses dan hasilnya.

Diceritakan bahwa pada tahun 1760 astronom Perancis, Joseph-Nicholas Delisle, mengirimkan surat kepada astronom Belanda, Dirk Klinkenberg, untuk bisa membantu astronom Perancis mengamati Transit Venus di Batavia.

Saat yang sama, Deslie juga mendengar bahwa Royal Society of London akan mengirim dua astronomnya, Charles Mason and Jeremiah Dixon, untuk melihat Transit Venus di Sumatera.

Akhirnya, Deslie berpikir bahwa pengiriman astronom Perancis tak diperlukan. Ia meminta Klinkenberg untuk menghubungi pemerintah VOC di Batavia agar bisa menugaskan orang untuk melakukan pengamatan.

Awalnya, tugas akan diberikan kepada Pieter Hermanus Ohdem, ahli matematika dan navigasi yang saat itu juga berpengalaman mengamati komet Halley. Akan tetapi, ternyata, Ohdem sudah dipulangkan ke Belanda tahun 1760.

Pengamatan Transit Venus akhirnya dipasrahkan kepada Gerrit de Haan, Kepala Departemen Pemetaan di Batavia, dan Pieter Jan Soele yang saat itu menjabat  kapten kapal VOC.

Pengamatan dilakukan dari pantai wilayah Sunda Kelapa, di tanah milik Pastor Johan Maurits Mohr. Sebelum pengamatan, Mohr juga diminta menjadi penerjemah peta pengamatan Transit Venus buatan Deslie.

Pada hari H, pengamatan berhasil dilakukan dari awal sampai akhir transit. Pengamatan dilakukan dengan dua teleskop reflektor Gregorian dengan fokus 18 dan 27 inci, oktan London Instrument, dan jam saku.

Observasi memang dilakukan oleh de Haan dan Soale, tetapi Mohr-lah yang menulis laporan hingga akhirnya diterbitkan di Verhandelingen  tahun 1763.

Setelah 1761, Transit Venus terjadi pada tahun 1769. Menyongsong Transit Venus inilah, Mohr benar-benar mengembangkan dunia astronomi di Indonesia. Salah satu bentuknya adalah membangun observatorium.

Observatorium yang dibangun Mohr berlokasi di Gang Torong, kawasan Petak Sembilan. Bangunan observatorium telah rusak akibat gempa tahun 1780. Area observatorium kini dipakai sebagai area sekolah SD Katolik Ricci.

6 Juni 2012, ketika sejarah berulang

Transit Venus  akan terjadi lagi pada 6 Juni 2012. Meski Jakarta bukan lagi lokasi terbaik pengamatan, momen Transit Venus kali ini tetap layak dinikmati publik Jakarta dan kota lainnya di Indonesia.

Komunitas astronomi seperti Himpunan Astronom Amatir Jakarta (HAAJ) berencana menggelar pengamatan. Keikutsertaan dalam pengamatan adalah salah satu upaya merayakan momen ini.

Untuk melakukan pengamatan diperlukan teleskop yang dilengkapi filter. Cara-cara pengamatan juga harus diperhatikan sebab berkenaan dengan Matahari yang bisa merusak pengelihatan.

Keikutsertaan meramaikan Transit Venus kali ini bukan hanya berarti menikmati fenomena astronomi semata, melainkan juga turut memperingati betapa Jakarta sudah menyumbangkan "sesuatu" bagi dunia.

Di samping itu, fenomena Transit Venus menjadi peristiwa sekali seumur hidup. Setelah tahun 2012, Venus baru akan melewati piringan Matahari lagi pada tahun 2117.

Momen nanti juga sekaligus menjadi ajang mengenal semesta. Siapa tahu, lebih banyak kalangan, terutama generasi muda, tertarik astronomi. Siapa tahu, nantinya akan ada orang Indonesia yang menemukan planet layak huni.

sumber 
[ Read More ]

Hubble Akan "Melihat" Transit Venus Lewat Bulan

NASA Ilustrasi proses pengamatan Transit Venus teleskop Hubble dengan menggunakan Bulan sebagai cermin.
Foto:
WASHINGTON, KOMPAS.com — Ilmuwan berencana mengobservasi fenomena Transit Venus dengan menggunakan teleskop Hubble milik NASA. Transit Venus adalah fenomena di mana planet Venus melewati muka Matahari, tampak sebagai bintik berwarna hitam.

Untuk mengamati Transit Venus dengan Hubble, ilmuwan memiliki kendala. Cahaya Matahari yang terang bisa merusak instrumen super sensitif pada Hubble. Untuk mengatasinya, ilmuwan akan mengamati Transit Venus pada 6 Juni 2012 nanti lewat Bulan. Bulan berfungsi seperti cermin.

Salah satu tujuannya adalah melihat apakah Hubble bisa digunakan untuk meneliti komposisi atmosfer Venus dengan melihat cahaya matahari yang jatuh padanya.

Astronom saat ini sudah mengetahui komposisi Venus. Pengamatan nanti akan melihat kemungkinan mengaplikasikan teknik yang sama untuk meneliti planet ekstrasurya. Teknik tersebut, harapan astronom, bisa membantu penelitian mencari planet layak huni selain Bumi di semesta.

Dalam proses pengamatan nanti, Hubble akan diarahkan ke satu lokasi di Bulan selama periode transit yang diperkirakan berlangsung selama 7 jam.

Astronom butuh waktu lama untuk observasi. Hanya 0,001 persen cahaya Matahari yang bisa melewati atmosfer Venus dan direfleksikan ke Bulan.

Instrumen Hubble, seperti Advanced Camera for Surveys, Wide Field Camera 3, dan Space Telescope Imaging Spectrograph, akan dipakai untuk mengobservasi transit.

Peralatan Hubble akan mengobservasi transit pada berbagai panjang gelombang, mulai inframerah hingga ultraviolet.

Persiapan observasi nanti telah dilakukan. Astronom telah memotret citra kawah Tycho yang memiliki lebar 80 kilometer. Pengamatan Juni nanti juga akan difokuskan pada lokasi ini.

Transit Venus yang terjadi di bulan depan pernah terjadi pada tahun 2004. Fenomena ini tergolong langka. Setelah tahun ini, Transit Venus baru bisa diamati pada tahun 2117.

Transit Venus juga bisa diamati publik di Indonesia. Lokasi pengamatan terbaik adalah di wilayah Indonesia Timur, mulai Nusa Tenggara Timur, Ambon, hingga Papua.

sumber 
[ Read More ]

Empat Katai Putih Memakan "Bumi"

University of Warwick Planet mengalami ketidakstabilan orbit ketika bintang kehilangan energi, menjadi bintang raksasa merah hingga akhirnya katai putih.
COVENTRY, KOMPAS.com - Studi astronomi terbaru berhasil menemukan empat bintang katai putih yang sedang "memakan" planet serupa Bumi.

Penemuan ini dapat memberi cerminan tentang apa yang akan terjadi pada Tata Surya ketika Matahari mati dalam waktu 5 miliar tahun lagi.

Seiring energi Matahari habis, Matahari mengembang menjadi bintang raksasa merah. Ketika hal ini terjadi, planet seperti Merkurius, Venus dan mungkin Bumi akan "tertelan".

Pada akhirnya, bagian luar dari atmosfer bintang akan melembung membentuk nebula, meninggalkan inti padat, sebuah bintang katai putih.

Nasib planet yang tak tertelan Matahari tak kalah sial. Planet-planet lain akan mengalami ketidakstabilan orbit hingga bisa bertabrakan satu sama lain.

Bisa terjadi, suatu planet pada akhirnya akan mendekati bintang katai putih dan termakan.

Pembuktian

Adanya bintang katai putih yang memakan "Bumi" ditemukan dengan analisis atmosfer bintang tersebut. Boris Gansicke adalah, astrofisikawan dari University of Warwick di Inggris adalah penemunya.

Normalnya, atmosfer bintang katai putih terdiri atas hidrogen, helium dan elemen lain yang relatif ringan. Sebabnya, gravitasi bintang katai putih menarik unsur yang lebih berat ke intinya.

Berdasakan hal tersebut, zat kimia lain yang ada di atmosfer bintang katai putih pasti berasal dari debris yang jatuh ke bintang itu.

Untuk melihat tanda-tanda bahwa bintang katai putih mengkonsumsi planet, Gansicke mengobservasi 80 bintang katai putih dalam sinar ultraviolet dengan Teleskop Hubble.

Astronom menemukan adanya empat bintang yang atmosfernya memiliki oksigen, magnesium, besi, silikon dan sedikit karbon. Elemen tersebut adalah elemen yang diharapkan ditemukan di bintang yang memakan planet.

"Kemelimpahan yang kami temukan hampir sama dengan yang ada di Bumi. Jika Anda menjadikan Bumi debu dan menaruhnya di bintang katai putih, maka komposisi kimianya akan cocok dengan penemuan," kata Gansicke.

Sebuah bintang, bernama PG0843+516, bahkan memiliki kandungan besi lebih banyak dari katai putih lain, juga memiliki kemelimpahan belerang dan nikel. Hal ini menunjukkan bahwa bintang itu tengah melahap inti planet.

"Jika Anda penasaran dengan rupa inti Bumi, itu seperti besi murni dan nikel. Apa yang kami bayangkan adalah melihat sebuah benda yang pada sebelumnya cukup besar untuk memiliki inti besi," ungkap Gansicke seperti dikutip National Geographic, Senin (7/5/2012).

Menurut Gansicke, debu di sekeliling bintang katai putih bisa habis dalam beberapa ribu atau puluh ribu tahun. Namun, adanya potongan planet lain yang jatuh bisa menambah "makanan" yang harus dihabiskan.

Astronom belum bisa memperkirakan berapa fragmen, atau mungkin juga planet, yang tersisa dari proses ini. Belum bisa diperkirakan juga nasib planet-planet yang tak termakan.

sumber 
[ Read More ]

Teka-teki Orang Solomon Terpecahkan

Sean Myles Anak Solomon yang berkulit gelap dan berambut pirang.
STANFORD, KOMPAS.com - Penduduk Kepulauan Solomon di Pasifik memiliki ciri unik. Banyak dari mereka berkulit gelap dan berambut pirang. Hal ini membingungkan para ilmuwan dan menjadi teka-teki genetik.

Kini, ilmuwan berhasil memecahkan teka-teki tersebut. Dalam publikasi di jurnal Science pada Kamis (3/5/2012), ilmuwan mengungkapkan bahwa karakteristik tersebut muncul sebagai akibat mutasi sebuah gen.

Untuk menemukan hasil ini, peneliti mengoleksi air liur dari 43 orang Solomon berambut pirang dan 42 orang Solomon berambut gelap. Analisis genetik kemudian dilakukan.

Analisis mengungkap bahwa gen TRYP1 yang ada di kromosom 9 dari 23 kromosom yang ada menjadi penyebab dari fenotif rambut pirang. Mutasi dari gen ini mempengaruhi enzim yang berkaitan dengan pigmentasi pada orang Solomon.

Peneliti mengungkapkan bahwa mutasi ini tidak terjadi pada manusia Eropa, hanya di populasi Melanesia. Analisis dari 52 populasi manusia di dunia membuktikan hal ini.

"Karakter manusia berambut pirang muncul secara independen di area khatulistiwa Oceania. Ini cukup tak terduga dan mencengangkan," ungkap Eimer Kenny, peneliti dari Stanford University School of Medicine yang terlibat riset ini.

Menurut peneliti, seperti diuraikan Livescience, Kamis (3/5/2012), gen penyebab rambut pirang ini berbeda dengan gen penyebab mata biru yang muncul 6000 - 10.000 yang lalu.

Berdasarkan riset, proporsi orang berambut pirang di Solomon tak jauh berbeda dengan proporsi orang berambut pirang di Eropa. Sean Myles and Nicholas Timpson, rekan Kenny, mengungkapkan bahwa proporsinya mencapai 5-10 persen.

sumber 
[ Read More ]

Dinosaurus Buang Angin Pengaruhi Iklim Bumi

BBC Brontosaurus
LONDON, KOMPAS.com — Ilmuwan asal Inggris memperkirakan gas metana yang dibuang oleh Sauropoda, termasuk spesies Brontosaurus, pada masa lalu telah mengubah iklim dunia.
Mereka mendapatkan hasil bahwa Sauropoda secara global mampu memproduksi 520 ton gas rumah kaca per tahun pada masanya. Dengan jumlah itu, menurut ilmuwan, gas yang dibuang oleh dinosaurus bisa memengaruhi iklim 150 juta tahun lalu.
Hasil riset yang dilakukan David Wikinson dan rekan-rekannya dari John Moore's University di Liverpool, University of London, dan University of Glasgow, ini dimuat dalam edisi terbaru jurnal Current Biology. Sauropoda, seperti Apatosaurus louise (dikenal dengan Brontosaurus), ialah fauna darat raksasa yang memakan tumbuhan pada masa Mesozoic jutaan tahun lalu. Bagi Wikinson dan rekan, hal yang menarik dari Sauropoda bukanlah ukuran besarnya, melainkan populasi mikroorganisme yang ada di dalam saluran pencernaannya.
"Ekologi mikroba dan perannya pada planet kita adalah salah satu ketertarikan saya dalam ilmu pengetahuan. Meskipun elemen dinosaurus yang membuat riset ini populer, sebenarnya mikroba yang ada dalam dinosaurus itulah yang memproduksi metana," kata Wikinson seperti dikutip BBC, Senin (7/5/2012).
Metana diketahui sebagai gas rumah kaca yang menyerap radiasi inframerah dari Matahari, menjebaknya di atmosfer Bumi sehingga memengaruhi suhu Bumi. Suhu Bumi diketahui meningkat 10 derajat celsius pada era Mesozoic.
Dengan menggunakan pengetahuan bahwa emisi dari ternak berpengaruh pada level metana global, peneliti menggunakan data yang ada sekarang untuk memperkirakan bagaimana Sauropoda memengaruhi iklim Bumi. "Sapi saat ini memproduksi 50-100 juta ton metana per tahun. Perkiraan terbaik kami pada Sauropoda, mereka memproduksi 520 juta ton," papar Wikinson.
Para peneliti mengungkapkan bahwa gas buang dinosaurus menyumbang emisi metana yang lumayan besar. Sebagai perbandingan, emisi metana saat ini 500 juta ton per tahun dari hewan dan aktivitas manusia seperti produksi daging.
Meski demikian, dinosaurus bukan merupakan satu-satunya penyebab peningkatan suhu Bumi jutaan tahun lalu. "Ada sumber metana lain pada masa Mesozoic sehingga total level metana jauh lebih tinggi daripada saat ini," kata Wikinson.

sumber 
[ Read More ]

Danau-danau Penanda Jejak Tektovulkanik

KOMPAS
Oleh Agung Setyahadi/Prasetya Eko P/Ingki Rinaldi/Ahmad Arif
KOMPAS.com - Bukit-bukit memagari hamparan biru air Danau Ranau. Gunung Seminung yang puncaknya tertutup sebaris awan berdiri megah di seberang.

Dari kaki gunung yang menjulur ke danau, air panas mengucur tanpa henti. Perahu kecil membelah jernih air, lalu berlabuh di tepian. Eduard (45) lalu menawarkan membawa ke sumber air panas itu.

Eduard, warga Banding Agung, Kota Batu, Ogan Komering Ulu Selatan, Sumatera Selatan, sama sekali tak mengira, danau indah itu adalah satu dari deretan danau di Pulau Sumatera yang terbentuk dari letusan dahsyat di masa lalu. Bahkan, ketika beberapa ikan di danau mati dan air danau menguarkan bau belerang menyengat. ”Dulu pernah ada ikan mati mendadak,” ungkap Eduard, pemilik perahu wisata.

Fenomena matinya ikan di Danau Ranau telah beberapa kali terjadi dalam 50 tahun terakhir. Kejadian itu di antaranya tahun 1962, 1993, 1995, dan 1998. Terakhir, fenomena ini juga terjadi pada 4 April 2011.

Dari penelitian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2011), kematian ikan itu tidak menyeluruh terjadi di area danau, tetapi hanya di sekitar keluarnya mata air panas, yakni di mata air panas Kota Batu, Ujung, dan mata air panas Way Wahid. Pada saat kejadian, air danau di lokasi matinya ikan biasanya berwarna putih susu dan berbau gas belerang. Dari hasil penelitian itu, pada sekitar kejadian ada gempa kecil di garis sesar yang melintang di sepanjang danau.

Air panas di kaki Seminung dan kematian ikan yang kerap terjadi merupakan pertanda jejak vulkanik yang masih tersisa di Danau Ranau.

Danau vulkanik
Sumatera saat ini lebih banyak menyedot perhatian karena aktivitas tektoniknya berupa gempa dan tsunami besar yang kerap terjadi. Di masa lalu aktivitas vulkanik di pulau ini ternyata sangat dahsyat. Jejak kedahsyatan vulkanik di Sumatera terlihat dalam bentuk danau-danau kaldera raksasa, salah satunya Danau Ranau seluas 127 kilometer persegi itu.

Letusan dahsyat Ranau terjadi sekitar 55.000 tahun yang lalu dan menyemburkan 150 kilometer kubik rempah vulkanik. Endapan aliran awan panas dan material jatuhan setebal ratusan meter menyelimuti area seluas 140 kilometer persegi.

Alessandro Tibaldi dari Departemen Ilmu Geologi dan Geoteknologi, Universitas Milan-Bicocca, Italia, dalam Volcanism in Reverse and Strike-Slip Fault Settings (2010) menjelaskan, evolusi Danau Ranau bermula dari terbentuknya cekungan akibat sesar pisah tarik (pull-apart fault). Dalam cekungan berukuran 12 km x 16,5 km ini, gunung api dan panas bumi bermunculan. Proses ini diikuti perkembangan kaldera- kaldera kecil. Peningkatan aktivitas vulkanik ini kemudian memperluas kaldera hingga ke bentuk seperti sekarang.

Sekitar 5.000 tahun sebelum letusan Ranau atau 60.000 tahun lalu, Maninjau Purba di Sumatera Barat juga meletus dahsyat. Letusan ini menyemburkan 220-250 kilometer kubik rempah vulkanik yang tersebar hingga radius 75 kilometer dari pusat letusan.

Gunung api Maninjau yang berkembang di zona Sesar Besar Sumatera itu diperkirakan tiga kali meletus besar. Masing- masing letusan membentuk kaldera yang saling menyambung hingga membentuk Danau Maninjau seperti saat ini.

Jejak letusan dahsyat Maninjau tersingkap jelas di Ngarai Sianok di dekat kawasan wisata Bukittinggi, Sumatera Barat. Lembah besar itu diapit tebing terjal berona cerah hasil aliran awan panas dan endapan material jatuhan letusan Maninjau Purba. Ketebalan material letusan yang terpotong Batang Sianok itu mencapai 220 meter.

Endapan material letusan Maninjau itu diteliti HD Tjia Geolog dari Universitas Kebangsaan Malaysia dan Ros Fatihah, peneliti geologi dari Universitas Malaya yang dituangkan dalam penelitian Blasts from the Past Impacting on Peninsular Malaysia (2008). Tjia yang pernah mengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) ini menemukan tiga teras sungai yang menunjukkan terjadinya tiga periode letusan itu. Teras pertama berada sekitar 16 meter dari dasar sungai. Teras kedua menjulang hingga 200 meter dan tidak ada pelapisan.

”Tuff (material endapan letusan) yang sangat tebal itu menunjukkan pernah terjadi letusan sangat besar yang semburan tepra (fragmen batu apung) tersebar sangat luas, seperti yang terjadi di Toba,” tulis Tjia.

Di Sumatera Utara, kita juga menemukan Danau Toba yang merupakan produk letusan gunung api raksasa (supervolcano) sekitar 74.000 tahun lalu. Letusan ini merupakan letusan gunung api terkuat yang pernah terjadi di dunia dalam dua juta tahun terakhir.

Craig A Chesner, geolog dari Universitas Eastern Illinois menyebutkan, letusan ini telah menciptakan badai vulkanik sehingga menyebabkan dunia diliputi kegelapan total selama sekurangnya enam tahun.

Fotosintesis tak terjadi. Kelaparan mendera. Antropolog Stanley H Ambrose dari University of Illinois (1998) menyebutkan, nenek moyang manusia modern (homo sapiens) nyaris punah akibat letusan ini. Periode ini, menurut Ambrose, dikenal sebagai bottle neck atau kemacetan populasi

Danau tektonik
Selain danau vulkanik, Sumatera juga memiliki danau-danau yang murni terbentuk dari aktivitas tektonik, salah satunya Danau Singkarak di Sumatera Barat. Proses pembentukan Danau Singkarak menjadi obyek penelitian ilmu kebumian yang sangat menarik. Sejumlah peneliti telah menawarkan beberapa teori evolusi Singkarak.

Van Bemmelen dalam karya besarnya Geology of Indonesia (1949) menilai cekungan-cekungan di sepanjang Sumatera sebagian besar terbentuk akibat proses vulkano-tektonik. Berdasarkan teori itu, Singkarak merupakan sisa gunung api raksasa yang meletus dahsyat dan kemudian membentuk danau seiring dengan pertumbuhan sesar yang memotongnya. Teori vulkano-tektonik juga disampaikan Bemmelen untuk menjelaskan terbentuknya lima danau di cekungan Suoh, Lampung.

Namun, teori Bemmelen mengenai pembentukan Singkarak dan Suoh diluruskan oleh sejumlah geolog yang melakukan penyelidikan lebih dalam. Geolog senior dari Institut Teknologi Bandung, MT Zen, menelusuri jejak pembentukan Singkarak pada Februari-Maret 1970. Hasil penelitian profesor yang gemar mendaki gunung itu dituangkan dalam jurnal berjudul ”Origin of Singkarak Lake in the Padang Hinghlands”.

Zen tidak menemukan jejak endapan material letusan gunung api tua di lembah-lembah di sekitar danau. Bukit-bukit yang mengelilingi danau juga tidak mencirikan dinding sisa runtuhan tubuh gunung api akibat letusan kaldera. Dinding kaldera sangat khas karena tegak, seperti di Danau Maninjau.

Singkarak, menurut Zen, terbentuk murni akibat proses tektonik dari sesar-sesar yang ada di sekitarnya. Danau ini merupakan bagian dari cekungan memanjang Singkarak-Solok yang merupakan salah satu segmen Sesar Besar Sumatera. Cekungan besar yang memanjang itu kemudian terbendung material letusan gunung api muda Merapi, Singgalang, dan Tandike di sisi barat laut. Di sisi tenggara terbendung oleh endapan material letusan Gunung Talang.

”Lembah panjang Singkarak- Solok merupakan graben (amblesan). Ini bagian dari sesar Sumatera. Danau Singkarak sendiri terbentuk akibat pembendungan di kedua ujung lembah oleh material letusan gunung api. Lembah panjang itu terbentuk sebelum proses vulkanik begitu aktif memuntahkan materialnya,” tulis Zen.

Kerry Sieh dan Danny Hilman lebih rinci membahas tentang evolusi Danau Singkarak. Dalam hipotesis mereka yang dituangkan dalam Neotectonics of The Sumatran Fault (2000), Danau Singkarak bertambah lebar seiring pergeseran dua sesar yang mengapit danau. Singkarak diapit dua sesar pisah tarik yang merupakan bagian dari segmen Sianok dan segmen Sumani yang terpisah sejauh 7,5 kilometer.

Setiap kali terjadi gempa, terjadi pergeseran sesar yang bervariasi mengikuti kekuatan gempa. Total pergeseran Singkarak diperkirakan 23 kilometer hingga terbentuk danau seperti yang ada sekarang ini. Evolusi luas Danau Singkarak itu berawal dari pergeseran 3 km, kemudian berkembang menjadi 8 km, 13 km, dan sekarang ini 23 km. Danau ini terus tumbuh, menandai pergeseran yang terus terjadi.

Proses tektonik yang membentuk Danau Singkarak ini juga terjadi dalam pembentukan danau tektonik lain di Sumatera, seperti Danau Diatas dan Danau Dibawah (Sumatera Barat) serta Danau Kerinci di Jambi.

Bagi para geolog, paduan antara aktivitas tektonik dan vulkanik ini merupakan obyek penelitian yang menarik dan tiada duanya sebagaimana disebutkan Robert McCaffrey dari Rensselaer Polytechnic Institute dalam tulisannya ”The Tectonic Framework of the Sumatran Subduction Zone” (2008). Namun, gerak geologi Sumatera yang hiperaktif ini juga berarti ancaman besar dan mendorong kita untuk terus bersiaga.

sumber 
[ Read More ]

Munculnya Patahan Besar Sumatera

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Sumber air panas bumi Sipoholon di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, Minggu (26/2). Kawasan wisata padat hunian ini terletak tepat di jalur Patahan Sumatera yang melintang dari Pulau Weh di Aceh hingga Teluk Semangko di Lampung.
KOMPAS.com — Terbentuknya Patahan ”Besar” Sumatera bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatera yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu munculnya dua komponen gaya.

Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah Lempeng Sumatera. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat, tekanan yang terhimpun tak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar. Gempa di zona inilah yang kerap memicu terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004.

Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan menyeret bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan retakan memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian dikenal sebagai Patahan Besar Sumatera. Geolog Katili dalam The Great Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode Miosen Tengah atau sekitar 13 juta tahun lalu.

Lempeng Bumi di bagian barat Patahan Sumatera ini senantiasa bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun relatif terhadap bagian di timurnya. Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatera ini sampai kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat sehingga terjadi akumulasi tekanan.

Suatu saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona patahan tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah. Batuan di kanan-kirinya melenting tiba-tiba dengan kuat sehingga terjadilah gempa bumi besar. Setelah gempa, bidang patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi dan mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi gempa bumi besar lagi.

Pusat gempa di Patahan Sumatera pada umumnya dangkal dan dekat dengan permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan sangat keras dan biasanya sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan horizontal yang menyebabkan retaknya tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya. Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa memicu tanah longsor. Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin memperkuat efek guncangan gempa.

Beberapa tempat di Patahan Besar Sumatera merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada 1933.

 sumber
[ Read More ]

Kerabat Kecil Panda Ditemukan di Spanyol

SINC Ilustrasi Agriarctos beatrix
ZARAGOZA, KOMPAS.com - Palaentolog menemukan fosil hewan kerabat panda di situs Nombrevilla 2, propinsi Zaragoza, Spanyol. Fosil tersebut dinyatakan sebagai spesies baru bernama Agriarctos beatrix.

Peneliti dari National Museum of Natural Science Apanyol (MNCN-CSIC) dan University of Valencia memperkirakan bahwa kerabat panda tersebut berukuran kecil, hidup pada masa Myocene, sekitar 11 juta tahun lalu.

"Golongan beruang ini berukuran kecil, bahkan lebih kecil dari beruang Madu, yang kini merupakan spesies beruang terkecil. Ukuran kerabat panda ini tak lebih dari 60 kg," kata Juan Albella dari Departemen Palaentologi, MNCN-CSIC.

Meski sulit untuk membayangkan karakter fisik kerabat panda ini, karena hanya fosil gigi yang ditemukan, ilmuwan memperkirakan bahwa satwa ini punya bulu gelap dengan spot putih dada, sekitar mata dan dekat ekor.

"Corak bulu ini tergolong primitif untuk beruang, panda raksasa memiliki spot warna putih yang sangat besar sehingga tampak seperti berwarna putih dengan spot hitam," kata Abella.

Agriarctos beatrix adalah kerabat dari panda raksasa, termasuk dalam famili Ursidae. Jenis ini diduga lebih pasif daripada jenis beruang lain yang cenderung aktif berburu mencari mangsa, seperti beruang coklat dan beruang kutub.

Menurut peneliti, Agriarctos beatrix hanya memakan buah dan dedaunan serta kadang hewan vertebrata kecil, serangga, madu dan hewan yang sudah mati. Jenis ini melarikan diri dari mangsa dengan naik ke pepohonan yang tinggi.

Abella, seperti dikutip Sciencedaily, Rabu (9/5/2012), mengatakan, "Kami mengetahui bahwa Agriarctos beatrix adalah jenis berbeda karena perbedaan morfologi dan ukuran giginya."

"Kami sudah membandingkannya dengan spesies yang memiliki kekerabatan dekat seperti Agriarctos dan yang hiodup di periode yang sama seperti Ursavus dan Indarctos. Hasil riset yang dipublikasikan di jurnal Estudios Geológicos menunjukkan jenis ini baru.

Sampai sejauh ini, ilmuwan belum mengetahui mengapa jenis ini punah. Diperkirakan, sebabnya adalah makin besarnya bukaan hutan dan munculnya spesies yang lebih besar dan lebih kompetitif.

Hasil riset ini menunjukkan bahwa kerabat panda raksasa muncul 2 miliar tahun lebih tua dari yang diduga, dari 9 miliar tahun lalu menjadi 11 miliar tahun lalu. Asal-usulnya mungkin dari Iberian Peninsula.

sumber 
[ Read More ]

Bahasa yang Hilang Kini Ditemukan

John MacGinnis Lempengan tanah liat berisi nama-nama perempuan dalam aksara paku, diduga menjadi petuinjuk adanya bahasa yang belum dikenal sebelumnya.
ISTANBUL, KOMPAS.com — Arkeolog yang melakukan penelitian di Turki menemukan bukti adanya bahasa yang dilupakan atau hilang. Bahasa itu berasal dari masa 2500 tahun lalu, pada masa Kerajaan Asiria.
Bukti adanya bahasa itu ditemukan dalam sebuah lempengan tanah liat. Menurut prediksi para arkeolog, lempengan tanah liat itu terbakar di sebuah istana di Tushan pada abad ke-8 SM.
Pada tablet yang ditemukan, tertulis nama-nama perempuan yang terkait dengan istana dan badan administrasi Asiria. Seluruh nama yang tertera dituliskan dalam aksara paku.
Tablet tepatnya ditemukan di wilayah Ziyaret Tepe di Sungai Tigris, wilayah tenggara Turki. Wilayah ini ialah lokasi penggalian arkeologi secara ekstensif sejak tahun 1997.
John MacGinnis, arkeolog dari McDonald Institute for Archaeological Research yang melakukan penelitian ini, mengungkapkan bahwa nama-nama yang tertera pada tablet unik dan menarik perhatian.
"Semuanya yang tertulis 60 nama. Satu atau dua adalah Asiria dan beberapa yang lain dari bahasa lain yang ada pada masa itu, seperti Luwian dan Hurrian, tetapi mayoritas dari bahasa yang tak dikenal," ungkap MacGinnis seperti dikutip Sciencedaily, Kamis (10/5/2012).
Arkeolog percaya bahwa orang-orang yang namanya mengindikasikan adanya bahasa yang belum dikenal itu berasal dari Gunung Zagros, kini perbatasan Iran dan Irak. Mereka terpaksa keluar dari kampung halamannya pada masa Kerajaan Asiria.
"Jika teori bahwa orang-orang yang bicara bahasa itu berasal dari barat Iran terbukti, ada potensi bagi kita untuk mendapatkan gambaran sebuah kerajaan pertama yang multietnis," kata MacGinnis.
"Kita tahu dari literatur kini bahwa Asiria memang menaklukkan orang di area itu. Kini kita mengetahui bahwa ada bahasa lain yang mungkin berasal dari daerah yang sama dan mungkin banyak bukti terkait keberadaannya menanti untuk ditemukan," ungkapnya.
Penemuan ini membuka pertanyaan baru, dari mana bahasa yang tak dikenal itu berasal. Ada dugaan bahwa bahasa berasal dari masyarakat Shrubian, masyarakat yang tinggal di Tushan sebelum Asiria datang.
Hipotesis lain menyebutkan bahwa bahasa itu berasal dari orang-orang Mushki, orang yang bermigrasi dari wilayah yang disebut Anatolia. Hipotesis ini dianggap kurang masuk akal.
Pandangan yang lebih kuat adalah bahasa tersebut berasal dari masyarakat yang diusir keluar oleh Asiria. Pendekatan ini dipakai agar masyarakat itu di wilayah barunya bisa lebih bergantung pada Asiria untuk mendapatkan kesejahteraan.
Lempeng tanah liat yang ditemukan kini disimpan di Diyarbakir, Turki. Hasil riset MacGinnis dipublikasikan di Journal of Near Eastern Studies.

sumber 
[ Read More ]

Jamur Pembunuh Jamur "Zombie"

Davud Hughes Spora terpencar dari jamur yang menginfeksi semut.
PENNSYLVANIA, KOMPAS.com - Semut pun bisa diserang zombie. Dalam dunia semut, zombie adalah jamur yang bisa menginvasi hingga ke otak, menyebabkan kematian dan akhirnya membangun koloni di eksoskeletonnya.

Semula, dikira si jamur zombie begitu meraja, tak terkalahkan. namun, studi terbaru menunjukkan bahwa jamur zombie itu bisa dikalahkan oleh organisme lain yang juga jamur.

David Hughes dari Pennsylvania State University mengungkapkan bahwa jamur yang bisa menyerang jamur zombie adalah jamur putih. Jamur ini menganggap bahwa bangkai semut adalah makanan enak untuk disantap.

Menurut Hughes, adanya jamur putih mencegah serangan jamur zombie meluas, menginfeksi semua semut dalam ssatu koloni. Jadi, jamur putih ini bermanfaat bagi semut.

"Melihat koloni, ini adalah hal bagus bagi semut. Musuh dari musuh saya ternyata adalah teman bagi saya," kaya Hughes seperti dikutip New York Times, Senin (7/5/2012).

Serangan jamur zombie mampu membunuh semut dalam 7-9 hari. Setelah satu atau dua bulan kemudian, jamur putih datang dan menyerang jamur zombie yang sudah mulai berkembang.

Untuk mendapatkan hasil ini, Hughes meneliti populasi semut di Brazilia dan Thailand. Hasil studi Hughes dipublikasikan di jurnal PLoS ONE yang terbit baru-baru ini.

Hughes mengatakan, hubungan semut, jamur zombie dan jamur putih menunjukkan kompleksitas relasi dalam suatu eksosistem, terutama kehidupan di wilayah hutan hujan tropis yang tak punya musim dingin.

"Hidup menjadi waktu untuk mencari makanan tanpa henti. Kita belum mampu mempelajari secara mendalam kompleksitas interaksi yang ada di sana," urai Hughes.

sumber 
[ Read More ]

Rahasia di Kentut Kanguru

Tim Laman/National Geographic Wallaby (Dorcopsulus sp. nov.) Anggota keluarga kanguru yang terkecil, ditemukan Kristofer Helgen dari Smithsonian Institution.
KOPENHAGEN, KOMPAS.com — Ilmuwan kadang kala mempertanyakan hal-hal yang mungkin tak dipertanyakan oleh orang pada umumnya.
Salah satu contohnya adalah soal kentut kanguru. Ada ilmuwan yang bertanya-tanya apakah kentut kanguru juga mengandung metana seperti kentut hewan lainnya.
Lalu, apa relevansinya meneliti masalah ini? Kaitannya dengan sapi. Kenapa bisa demikian?
Sapi dan hewan memamah biak lainnya diketahui memproduksi gas buang yang mengandung metana, salah satu gas rumah kaca. Makin berkembangnya peternakan sapi, gas rumah kaca makin besar dan bisa mengkhawatirkan.
Ilmuwan menaruh perhatian sebab gas rumah kaca berkontribusi pada pemanasan global.
Beberapa ilmuwan punya pendapat bahwa kentut kanguru mungkin mengandung sedikit atau bahkan nol metana.
Kalau benar, sebagian pakar merekomendasikan perubahan pola konsumsi daging sapi ke daging hewan yang memproduksi sedikit atau nol metana, misalnya kanguru, kalau terbukti.
Beberapa yang lain berasumsi kalau-kalau ada bakteri pada perut kanguru yang menyimpan rahasia sehingga dapat dipakai untuk membuat sapi "bebas metana".

Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa kentut golongan kanguru juga mengandung metana.
Untuk menemukannya, ilmuwan meneliti walabi (salah satu hewan dalam golongan kanguru yang berukuran lebih kecil) di kebun binatang Kopenhagen. Mereka mengukur gas yang diproduksi walabi.
Hasil riset yang diproduksi di Journal of Animal Science menunjukkan bahwa walabi jelas-jelas memproduksi metana. Dengan pola makan yang sama dengan sapi, walabi memproduksi sepertiga jumlah metana dari yang diproduksi sapi.
Memang membuktikan bahwa walabi dan secara umum kanguru tidak menyebabkan polusi sebesar sapi, tetapi apakah lantas kanguru bisa menyelesaikan masalah pemanasan global? Rasanya tidak.

sumber 
[ Read More ]

Ilmuwan Ungkap Rahasia Pari Manta

Kaile Tsapis Pari Manta (Manta birostris)
EXETER, KOMPAS.com - Pari manta, ikan yang lebarnya mencapai 7,62 meter, telah lama menjadi misteri. Tak banyak yang diketahui dari ikan yang kadang juga disebut kelelawar laut ini.

Dalam studi terbaru menggunakan satelit, ilmuwan berhasil mengungkap beberapa rahasia soal pari manta. Diantaranya soal perilaku dan jarak pergerakan jenis ikan ini.

"Satelit yang mengirim data menguak bahwa pari manta bermigrasi sejauh hingga 1100 kilometer selama periode studi," kata Matthew Witt, ilmuwan dari Environment and Sustainability Institute, University of Exeter.
"Pari manta menghabiskan sebagian besar waktunya mengitari wilayah pesisir yang kaya zooplankton dan telur ikan," tambah Witt kepadaLivescience pada sabtu (12/5/2012).

Pari manta adalah hewan filter feeder. Ia mencari makan dengan membuka mulut, mengoleksi zooplankton. Pari manta dikatakan banyak menghasibkan waktu di perairan berjarak sekitar 3,2 kilometer dari pantai.

Howard Rosenbaum dari Wildlife Conservation Society mengatakan, studi seperti ini sangat penting dalam mengembangkan manajemen pari manta, yang jumlahnya mulai menurun secara global.

Pari manta masuk dalam kategori terancam berdasarkan International Union for Conservation of Nature. Banyak pari manta menjadi tangkapan samping dari nelayan yang berburu ikan lain seperti hiu.

Pari manta kadang disebut "devilfish" namun tak berbahaya bagi manusia. Ikan ini tidak bisa menyengat seperti jenis pari lainnya. Riset mengungkap bahwa rasio otak dan tubuh pari manta paling besar dibandingkan hiu dan pari.

Peneliti mengungkapkan bahwa tracking pari manta dengan satelit menawarkan cara memahami migrasi global ikan ini serta ancamannya. Hasil penelitian dipublikasikan di jurnal PLoS ONE.

sumber 
[ Read More ]

Wakatobi Jadi Cagar Biosfer Dunia

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO Penyelaman di Wakatobi.
WANGI-WANGI, KOMPAS.com — Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengurus masalah pendidikan dan kebudayaan, UNESCO, menetapkan kawasan Taman Nasional (TN) Laut Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra), sebagai salah satu kawasan cagar biosfer dunia yang ada di Indonesia, tanpa syarat.

Bupati Wakatobi, Hugua, di Wangi-Wangi, Kamis, mengatakan, UNESCO menetapkan kawasan TN Wakatobi seluas 1,3 juta hektar menjadi cagar biosfer dunia itu bersama 12 cagar biosfer lainnya di dunia.

Menurut Hugua, penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia itu disepakati pada pertemuan "Penasihat Internasional Committee untuk Biosphere Reserve Program MAB UNESCO" ke-18 di Paris tanggal 2-4 April 2012.

"Pada pertemuan itu, ada 26 daerah yang dibahas menjadi cagar biosfer dunia, namun yang setujui hanya 13 daerah, termasuk Wakatobi, sedangkan lima daerah lainnya diterima dengan catatan dan lima daerah lainnya ditolak," ujarnya.

Ia mengatakan, dengan ditetapkannya Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia, maka cagar biosfer di Indonesia pada Juli tahun 2012 akan menjadi sebanyak delapan daerah.

Menurut Hugua, ada tiga kepentingan yang dilindungi UNESCO dalam menetapkan TN Wakatobi sebagai pusat cagar biosfer dunia tersebut, yaitu kearifan lokal masyarakat Wakatobi, kelestarian lingkungan, dan kepentingan ekonomi masyarakat yang berkelanjutan.

"Kearifan lokal yang dilindungi di Wakatobi adalah menyangkut tradisi budaya masyarakat dalam memperlakukan alam dan mengambil sesuatu dari alam," katanya.

Sedangkan kelestarian lingkungan perlu dilindungi karena kawasan perairan laut TN Wakatobi memiliki keragaman terumbu karang dan biota laut yang cukup tinggi dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain yang ada di dunia.

Jumlah spesies terumbu karang di perairan laut Wakatobi mencapai 750 spesies dari 850 spesies terumbu karang dunia. Di Laut Karibia yang banyak dikunjungi wisatawan, terutama penyelam, hanya memiliki 50 spesies terumbu karang, sedangkan Laut Merah hanya 300 spesies.

Untuk kepentingan ekonomi yang perlu dilindungi, menurut Hugua, bagaimana masyarakat di kawasan Wakatobi dapat memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada secara berkelanjutan, tanpa mengganggu keseimbangan lingkungan.

"Tiga kepentingan itu yang mendorong pihak UNESCO menjadikan kawasan perairan laut TN Wakatobi sebagai pusat cagar biosfer dunia," katanya.

sumber 
[ Read More ]

Temuan Kalender Maya Ungkap Rahasia Kiamat

David Stuart Kalender Maya
MEXICO CITY, KOMPAS.com — Arkeolog berhasil menemukan kalender suku Maya di sebuah kota tua zaman Maya yang telah runtuh, berlokasi di hutan hujan tropis Guatemala.

Kalender yang tertulis dalam huruf paku tersebut ditemukan bersama mural raja dan pembantunya. Sepertinya, kalender yang ditemukan telah menjadi rujukan bagi para astronom dan matematikawan sekitar tahun 800 Masehi.

Yang paling menarik, kalender ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa dunia akan kiamat pada akhir tahun 2012.

"Kalender Maya akan terus berjalan hingga miliaran, triliunan, dan oktilion tahun di masa depan," kata David Stuart dari University of Texas yang ikut dalam penelitian ini.

Kalender tersebut ditemukan pada ruang berukuran sekitar 2 x 2 meter, pada tembok bagian timur ruangan.

Kalender yang ditemukan menunjukkan beberapa macam siklus kalender, seperti kalender perayaan 260 hari, kalender Matahari 365 hari, kalender siklus planet Venus 584 hari, dan kalender siklus Mars 780 hari.

Sementara itu, pada tembok bagian utara ruangan terdapat kalender Maya dan perhitungan tentang Bulan, Matahari, dan mungkin Venus dan Mars. Di sana, terdapat petunjuk bahwa waktu masih akan berlangsung hingga 7.000-an tahun di masa depan.

"Mengapa mereka sampai pada tahun angka tersebut jika memang dunia akan berakhir pada tahun ini," kata Anthony Aveni dari Colgate University di New York, pakar astronomi suku Maya, seperti dikutip Daily Mail, Kamis (10/5/2012).

Sebelumnya, dalam kalender Maya dikenal periode 400 tahun yang disebut baktun. Pada 21 Desember 2012 diperkirakan 13 baktun telah terlalui. Dan, inilah yang menjadi penyebab beredarnya rumor kiamat pada hari itu.

Namun, menurut Stuart, setelah 13 baktun, yang terjadi hanyalah menuju ke siklus yang baru. Penemuan kalender Maya kali ini memberikan dukungan akan hal tersebut.

"Ada lebih banyak lagi yang ada di kalender Maya ini daripada hanya 13 baktun," kata Stuart, seperti dikutip Space, Kamis lalu.

Ada 24 unit waktu yang bisa terkait dengan kalender ini. Sementara itu, hanya lima yang ditemukan, dan itu pun sangat panjang waktunya. Tercatat pula bahwa kalender Maya ini mencapai 17 baktun.

Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Science, Jumat (11/5/2012).

Kompleks tempat kalender dan mural ditemukan disebut Xultun. Meski ditemukan sejak 1915, baru 0,1 persen dari kompleks ini yang tereksplorasi.

Temuan kalender dan mural kali ini tergolong penemuan besar. Ini menunjukkan keahlian bangsa Maya dalam matematika dan astronomi. Sekaligus, menggambarkan aktivitas raja dan para ahli di masa Maya.

sumber 
[ Read More ]

Asteroid Vesta Sejatinya Sebuah Embrio Planet

NASA Wajah Vesta dari jarak terdekat, menunjukkan salah satu kawah di belahan utara asteroid tersebut.
CALIFORNIA, KOMPAS.com - Penelitian terbaru menunjukkan bahwa asteroid Vesta, objek terbesar kedua di antara orbit Mars dan Jupiter, sejatinya merupakan protoplanet (embrio planet). Sayangnya, embrio planet ini mengalami kegagalan berkembang atau keguguran.

Astronom dari Jet Propulsion Laboratory, NASA, di California baru-baru ini menggali data hasil tangkapan wahana antariksa Dawn untuk memperoleh hasil tersebut.

"Kami sekarang mengetahui bahwa Vesta adalah satu-satunya bangunan protoplanet yang utuh berasal dari masa-masa awal sejarah Tata Surya," ungkap Carol Raymond, pimpinan investigasi misi Dawn seperti dikutip Scientific American, Jumat (11/5/2012).

Menurut astronom, objek lain seumuran Vesta mungkin saja bergabung dengan planet atau sudah hancur akibat tumbukan miliaran tahun lalu.

Astronom menguraikan, ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa Vesta adalah sebuah protoplanet. Pertama, Vesta memiliki inti besi selebar 220 km. Inti besi tersebut sanggup menghasilkan medan magnet serupa yang dimiliki Bumi.

Sebelumnya, astronom menduga Vesta adalah adalah induk dari howardite-eucrite-diogenite (HED) meteorit (terdiri dari batuan magmatik yang terbentuk di temperatur tinggi). Riset menunjukkan bahwa Vesta memang induk dari jenis meteorit ini.

Bukti ketiga, permukaan asteroid Vesta menunjukkan kompleksitas yang tinggi, yang lebih menyerupai planet batuan daripada sebuah asteroid. Ini menegaskan bahwa Vesta adalah sebuah obbjek angkasa yang spesial.

Lalu, apa yang menyebabkan Vesta gagal menjadi planet? Astronom memperkirakan, penyebabnya adalah, Vesta berada di tempat yang tidak tepat.

Merkurius, Venus, Bumi dan Mars berada di orbit dalam Tata Surya, relatif tidak terpengaruh oleh gravitasi benda lain. Dengan demikian, protoplanet bisa membentuk planet dengan lebih mudah. Sementara, Vesta berada di antara orbit Mars dan Jupiter, dimana gravitasi Jupiter sangat mempengaruhi.

"Di sabuk asteroid, Jupiter memberi pengaruh sangat besar sehingga protoplanet-protoplanet tidak bisa berakresi (bergabung) satu sama lain," ungkap David O'Brien, peneliti di misi Dawn, seperti dikutip Space, kamis (10/5/2012).

Di wilayah sabuk asteroid, benda-benda juga bergerak dengan kecepatan tinggi sehingga berpotensi untuk bertabrakan satu sama lain. Kecepatan tinggi inilah yang diduga menghancurkan banyak objek seperti Vesta.

Vesta yang memiliki lebar 530 km sendiri mengalami tumbukan. kawah di kutub selatan selebar 505 km dan kawah lain selebar 400 km menjadi buktinya.

Menurut ilmuwan, Vesta sendiri sudah beruntung dapat bertahan hidup di tengah berbagai tumbukan selama 4,5 miliar tahun. Ilmuwan mensyukuri hal ini sebab dapat menggunakan Vesta sebagai alat mempelajari Tata Surya.

"Vesta istimewa karena bisa selamat dari tumbukan keras di lingkungan sabuk asteroid selama miliaran tahun, memungkinkan kita untuk menginterogasi saksi kunci peristiwa pada masa-masa awal Tata Surya," kata Raymond.

Hasil penelitian ini dipublikasikan di jurnal Science, Kamis (10/5/2012) lalu.

sumber 
[ Read More ]

Lembah Emas yang Dihuni sejak Zaman Megalitikum

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Pulau Sumatera dalam bahasa Sanskerta disebut sebagai Svarnadwipa yang berarti Pulau Emas. Jejak kekayaan emas di Pulau Sumatera bisa dijumpai di sejumlah aliran sungai yang berhulu di Bukit Barisan, seperti Sungai Bangko di Desa Muara Bangko, Kecamatan Ranto Baek, Mandailing Natal, Sumatera Utara, Selasa (21/2).
KOMPAS.com — Lembah-lembah yang menghampar di sepanjang Bukit Barisan telah lama dikenal kesuburannya. Lembah ini sambung-menyambung seolah membuat garis memanjang membelah Pulau Sumatera.
Dimulai dari Lembah Semangko di Lampung, menyambung ke Suoh, Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muaralabuh, Singkarak, Maninjau, Rokan Kiri, Batang Gadis, Angkola, Alas, Tangse, Seulimeum, hingga Banda Aceh.
Dikelilingi gunung-gunung api tua, 11 di antaranya masih aktif, lembah-lembah ini merupakan tempat mengendapnya abu vulkanis yang kaya unsur hara. Air berlimpah dan sebagian terbendung dalam cekungan yang terbentuk akibat gerakan tanah ataupun karena letusan gunung api purba.
Danau-danau pun tercipta; lima danau di Suoh dan Danau Ranau (Lampung), Danau Kerinci (Jambi), Danau Singkarak, Danau Diatas, dan Danau Dibawah (Sumatera Barat), Danau Toba (Sumatera Utara), serta Danau Laut Tawar (Aceh).
Deretan lembah itu juga kaya dengan air panas alami dan menyimpan energi panas bumi. Berdasarkan hasil penelitian F Junghun (1854), USGS menyebutkan, sedikitnya terdapat 23 sumber air panas di sepanjang lembah Bukit Barisan yang berpotensi menghasilkan energi panas bumi. Survei yang dilakukan Geothermal Energy New Zealand Ltd pada 1986 bahkan menemukan 37 sumber air panas.
Tak hanya itu. Berimpit dengan deretan lembah, mengular "sabuk emas" yang memasyhurkan Sumatera sebagai Svarnadwipa. Kata dari bahasa Sanskerta itu berarti "Pulau Emas" seperti tertera dalam Prasasti Nalanda yang dipahat pada tahun 860 Masehi.
William Marsden, dalam bukunya, History of Sumatera (1783), menyebutkan, Sumatera pernah diduga sebagai Ophir, tempat armada Solomon (Sulaiman) mengambil muatan emas dan gading. Meski dugaan tentang Ophir menurut Marsden tak berdasar, pulau ini memang penghasil emas tiada tara.
Logam mulia ini, terutama ditemukan di kawasan tengah pulau di sepanjang Bukit Barisan seperti di Martabe, Bangko, Rawas, Lebong, dan Natal. Minangkabau dianggap sebagai daerah terkaya sehingga Belanda banyak mendirikan loji di Padang.
Menurut Marsden, di daerah Minangkabau saja terdapat tidak kurang dari 1.200 lokasi tambang emas.
"Sebanyak 283.000 gram-399.600 gram setiap tahun tersimpan di Padang, di pasar bebas, atau di tangan perseorangan. Sementara itu, kira-kira 28.000 gram dipasarkan di Nalabu, di Natal kira-kira sebanyak 23.000 gram, dan di Mukomuko 17.000 gram," tulis Marsden.
TM Van Leuwen memberikan gambaran lebih komplet soal produksi logam mulia dari Sumatera. Dalam tulisannya di Journal of Geochemical Exploration, edisi ke-50, 1994, dia memperkirakan, total emas yang dikeruk dari Sumatera sejak eksplorasi Belanda hingga 1994 mencapai 91 ton dan perak sebanyak 937 ton.
Jauh sebelum Belanda datang dan mengeruk emas dari Sumatera, perdagangan emas dari pulau ini sudah berlangsung lama. Dalam buku Barus Seribu Tahun yang Lalu (2003), Marie-France Dupoizat dan Daniel Perret menyebutkan, pengelana Tome Pires pada awal abad ke-16 mencatat bahwa emas diperdagangkan di seluruh pelabuhan di Sumatera, terutama di Barus.
Pelabuhan tua di pantai barat Sumatera Utara ini telah disebutkan dalam karya Ptolomeus, Geographia, yang ditulis pada abad ke-2 Masehi.
Selain mencari kapur barus, para pedagang dari berbagai negara juga memburu emas yang banyak diperdagangkan pribumi di pelabuhan ini. Logam mulia ini diduga dibawa dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan.
Dengan segenap kelimpahan daya hidup, tak mengherankan jika lembah-lembah ini telah lama menarik manusia untuk menetap di sana. Jejak kebudayaan batu besar atau megalitikum yang tersebar luas di sepanjang lembah ini menjadi bukti bahwa manusia purba telah bermukim di sana.
Arkeolog dari Balai Arkeologi Palembang, Tri Marhaeni S Budisantosa, mengatakan, temuan megalitik di Pulau Sumatera kebanyakan tersebar di lembah-lembah sepanjang Bukit Barisan, mulai dari Liwa di Lampung hingga di sekitar Kerinci di Jambi.
"Misalnya, megalitik di Kerinci dan Merangin ditemukan sejajar dengan Bukit Barisan sepanjang 80 km," katanya.
Di wilayah tersebut telah ditemukan 21 megalitik berbentuk silinder, serta satu buah megalitik berbentuk bulat. Selain itu, ditemukan juga enam kompleks kubur tempayan. "Mereka memilih daerah ini, terutama karena tanahnya subur, cocok buat bercocok tanam."
Banyaknya batuan andesit, jenis batuan vulkanik, yang merupakan bahan baku megalitik, turut mendukung tumbuh suburnya kebudayaan tua ini di sekitar lembah Kerinci dan Merangin. Selain itu, dataran tinggi yang dikepung perbukitan ini juga sangat cocok untuk mengembangkan sistem keyakinan mereka. Para pendukung kebudayaan megalitik ini percaya, gunung-gunung tinggi merupakan tempat bersemayam arwah nenek moyang.
Budi Wiyana, sejawat Budi di Balai Arkeologi Palembang, juga menyebutkan alasan yang sama dengan ditemukannya sebaran situs megalitik di Lahat dan Pagar Alam, Sumatera Selatan.
"Manusia menghuni daerah ini karena subur, dan alasan praktis lain seperti dekat dengan sumber air yang melimpah dan bahan baku batuan beku andesit," kata Budi Wiyana.
Menurut Budi, tradisi megalitik yang ditemukan di kawasan ini sangat lengkap, mulai dari dolmen, menhir, arca, arca menhir, teras berundak, lumpang batu, batu dakon, dan batu datar. Berbagai peninggalan megalitik ini membuktikan bahwa kawasan itu telah dihuni manusia setidaknya sejak 2.500 tahun sebelum Masehi.
Siang itu, Budi menunjukkan deretan batu-batu besar berbentuk meja (dolmen) yang bergeletakan di persawahan menghijau di Tegurwangi, Pagar Alam. Di dekatnya terdapat empat batu besar berukir yang masing-masing mengggambarkan orang tengah mengendarai gajah.
Selain menunjukkan kemajuan budaya saat itu, berupa kemampuan menjinakkan gajah, batu berukir juga membuktikan bahwa masyarakat zaman itu sudah mengenal pengecoran logam. "Untuk membuat ukiran di batu itu, hampir dipastikan menggunakan logam," jelas Budi.
Batu-batu raksasa juga ditemukan di rimbun perkebunan kopi milik Robinson (64) di Desa Tanjung Batu, Keca Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat. Batu dolmen berukuran panjang sekitar 2 meter dan lebar 1 meter itu ditumpukkan di atas batu-batu kecil di keempat sudutnya.
Di Desa Pajarbulan, Kecamatan Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, peninggalan megalitik ditemukan di pekarangan belakang rumah warga. Batuan ini biasa disebut warga sebagai batu tiang enam. Arkeolog menyebutnya batu tetralit.
Kegunaan tetralit masih menjadi perdebatan para ahli. "Beberapa ahli berpendapat, tetralit merupakan landasan atau umpak tiang rumah," kata Budi. Pendapat ini muncul karena di ujung atas tiang batu itu ada semacam cerukan yang diperkirakan untuk meletakkan tiang rumah.

sumber 
[ Read More ]

Supermoon, Astronomi, dan Astrologi

AFP PHOTO/TED ALJIBE "Supermoon" sebagai terlihat di Manila, Filipina pada 19 Maret 2011. Menurut para ahli, fenomena supermoon, memperlihatkan bulan dalam posisi terdekatnya dengan bumi.
JAKARTA, KOMPAS.com - Fenomena Supermoon kembali membuat heboh. Bahkan sejak Sabtu (5/5/2012) malam, masyarakat di berbagai daerah sudah antusias mengamati walau Bulan belum memasuki fase Purnama.

Tapi, apa sejatinya Supermoon? Apakah Supermoon merupakan fenomena langka? Bagaimana Supermoon dipandang dalam astronomi dan astrologi? Lalu, apakah benar Supermoon terkait dengan bencana?

Kepala Observatorium Bosscha, Hakim L. Malasan, mengatakan bahwa Supermoon sejatinya bukan peristiwa langka. Supermoon terjadi saat Purnama bersamaan dengan waktu perigee, saat Bulan berada di titik terdekat Bumi.

Saat Supermoon, Bulan akan 10 persen lebih dekat (jarak dari Bumi hanya sekitar 350.000 km. Dampaknya, Bulan akan 14 persen lebih besar serta 30 persen lebih terang.

Tahun lalu, Supermoon terjadi pada 19 Maret 2011. Tahun ini, Supermoon "memuncak" pada Minggu (6/5/2012). Purnama mulai terjadi hari ini pukul 10.35 WIB sementara perigee terjadi pada 10.34 WIB.

Menurut Hakim, Supermoon tahun ini cukup istimewa. Waktu Purnama dan perigee yang hanya terpaut 1 menit cukup langka, menjadikan Supermoon tahun ini sebagai salah satu yang terbaik.

Hakim menerangkan bahwa Supermoon sebenarnya tidak dikenal dalam astronomi. Astronomi tidak memberi istilah khusus pada fenomena Purnama dan perigee yang hampir bersamaan atau bersamaan.

Supermoon hanya dikenal dalam dunia astrologi. Astrologi sendiri bukan bagian dari sains. Astrologi berupaya mengaitkan gerakan benda langit serta dampaknya bagi manusia.

"Dalam astrologi, Supermoon memiliki dampak sangat besar pada manusia. Supermoon dikaitkan dengan bencana," ungkap Hakim saat dihubungi Kompas.com, Minggu.

Salah satu bentuk kaitan Supermoon dan bencana adalah kejadian gemnpa Jepang tahun 2011 lalu. Menurut sejumlah pihak, gempa salah satunya dipicu oleh Purnama yang berada di titik terdekat dari Bumi ini.

"Kalau dalam astronomi, Supermoon sebenarnya biasa saja. Tidak ada kaitannya dengan bencana. Bisa mempengaruhi air pasang di laut, tapi tidak signifikan sekali," kata Hakim.

Meskipun merupakan hal biasa dalam astronomi, Supermoon tetap punya daya tarik. Supermoon bisa digunakan untuk memperbaiki perhitungan-perhitungan astronomis.

"Waktu Supermoon, kita bisa melakukan perbaikan dengan mengukur peredaran Bulan mengelilingi Bumi dengan lebih presisi," ungkap Hakim.

Menurut Hakim, perbaikan tersebut bisa memberikan dampak pada kehidupan sehari-hari. Contohnya, perhitungan terjadinya pasang surut, peringatan hari raya keagamaan dan sebagainya.

Dalam pengamatan Supermoon kali ini, kata Hakim, mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) akan mengukur diameter Bulan. Mereka akan membandingkan kondisi Supermoon dengan saat Purnama biasa.

sumber 
[ Read More ]

 
Copyright © Yohanes Danni Prihartanto is proudly powered by Blogger.com | Blogger Templates Design by Free Blogger Templates
Support by Unique Pictures and Funny Photos | The Second Daily News | Mobile Phone News | Daily Digital Technology